Politik Ketakutan dan Masa Depan Politik Indonesia (2019)

Indonesia adalah proyek politik persatuan. Bukan proyek sekali jadi, tetapi berkelanjutan. Masa depan kebangsaan membutuhkan generasi pemimpin dengan wawasan luas, bersikap terbuka terhadap perbedaan dan bertindak cepat menggarap aksi bersama.

Aksi bersama itu bukanlah aksi sepihak menistakan kelompok lain sebagai anti-pancasila, separatis, atau radikal. Tapi memahami sungguh-sungguh mengapa ada perbedaan itu, memeriksa ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang melahirkan rasa kecewa, gugatan dan gerakan perlawanan.

Kunci politik persatuan adalah pengetahuan tentang penjajahan dari luar dan dari dalam negeri sendiri, solidaritas sosial-ekonomi lintas-identitas, komitmen menjadikan ketidakadilan dan ketaksetaraan sebagai musuh bersama.

๐๐จ๐ฅ๐ข๐ญ๐ข๐ค ๐Ž๐ฅ๐ข๐ ๐š๐ซ๐ค๐ข

Hari ini, ancaman terhadap kebangsaan kita tidak datang dari kelompok yang dicap rasis, separatis dan radikal. Ancaman itu sesungguhnya datang dari para pemimpin politik bersekutu dengan pemimpin suku dan agama, memainkan dengan cerdik politik ketakutan.

Politik jenis ini paling disukai karena biayanya murah untuk segmentasi konstituen elektoral, memicu eskalasi berita bohong yang membuat kontrol penguasa terhadap ruang publik , dan dengan cepat mengubah perselisihan menjadi pertikaian berdarah yang membuat pendekatan keamanan menjadi lumrah.

Di ujung dari semua kejahatan politik ini, adalah rakyat atau kelompok tertentu yang dipersalahkan, dijadikan kambing hitam, sekaligus menjauhkan  rakyat dari pengetahuan dan kritik terhadap kekeliruan kebijakan pemerintah, kemalasan kerja perwakilan di parlemen, dan tidak adanya imajinasi politik di kalangan olirgaki nasional membawa Indonesia ke tingkat kawasan dan internasional.

๐€๐ฉ๐š๐ซ๐š๐ญ๐ฎ๐ฌ ๐Ž๐ฅ๐ข๐ ๐š๐ซ๐ค๐ข

Kaum cerdik-pandai pun dikerahkan dan dibayar mahal untuk membenarkan dan mempromosikan politik ketakutan. Mahasiswa dan kaum muda direcoki dengan pelajaran moral kebangsaan dan pandangan sempit tentang pancasila sebagai dogma. Ruang publik kita terutama ruangan digital diramaikan dengan seruan aksi solidaritas palsu dan debat kusir yang terus saja diprovokasi isu-isu tertentu.

Semuanya di bawah kendali dan kontrol pemilik partai politik, korporasi dan dan media, yang tidak pernah kehabisan akal melempar batu dan menyembunyikan tangan di balik berita viral dan peristiwa berdarah. 

๐ƒ๐ข๐ฏ๐ข๐๐ž ๐ž๐ญ ๐ˆ๐ฆ๐ฉ๐ž๐ซ๐š

Seperti diingatkan Sukarno, politik ketakutan adalah nama lain dari politik perpecahan, divide et impera. Cara penjajah mempertahan, memperdalam dan memperluas kontrol atas populasi, teritori dan sumber daya ekonomi.

Melalui politik jenis ini, rakyat dipisah-pisahkan berdasarkan suku, agama dan ras. Diberi sensasi kedaulatan mengurus identitas komunal mereka sendiri melalui regulasi pembangunan, desentralisasi wewenang dan demokrasi elektoral.

Sampai tiba saatnya komunalisme itu saling memangsa  satu sama lain dan negara dihadirkan sebagai penyelamat, pelerai, dan pemersatu untuk masalah yang dikondisikan sejak awal oleh kekeliruan kebijakan, disengaja dan tak disengaja.

Rakyat yang dikendalikan politik ketakutan biasanya dilarang berjumpa satu sama lain, perjumpaan hanya berlangsung dalam kelompok sendiri. Perjumpaan di dalam suasana permusuhan dan bertikaian berdarah adalah tujuan terbesar dan tersembunyi dari teknologi politik ini.

Politik ketakutan, politik perpecahan, tidak hanya berlangsung di Indonesia. Eropa bergolak dengan narasi islamofobia yang dimainkan elit globalis Uni Eropa di Brusel, London, Paris, dan Berlin. Islam Timur Tengah terus saja dibiarkan saling membunuh di Suriah dan Yemen. Eropa Timur diprovokasi sebagai arena konflik antara Katolik, Kristen dan Ortodoks.

Kasmir di Asia Tengah dijadikan ajang pertarungan elit politik India dan Pakistan, berdampak ke propinsi paling barat Cina. Sementara di kawasan Amerika Latin, Venezuela dan Bolivia dijadikan sasaran  terkini oleh rezim globalist Washington untuk menghancurkan gerakan politik rakyat di berbagai negara Amerika Tengah-Selatan melawan imperialisme Barat yang bersekutu dengan komprador-elit nasional.

๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ ๐ฎ๐ ๐š๐ญ ๐ˆ๐ง๐๐จ๐ง๐ž๐ฌ๐ข๐š

Mari kita rumuskan kembali pertanyaan-pertanyaan baru untuk masa depan Indonesia. Mari kita menolak permainan politik ketakutan dengan mempertanyakan pertanyaan yang diajukan penguasa kepada rakyat, menggugat asumsi-asumsi tersembunyi, dan membongkar cara kerja kuasa melalui kebijakan yang membuat kita rentan berprasangka dan terpapar konflik berdarah.

Karena sejatinya, kebangsaan ini dibangun di atas pertanyaan, melalui gugatan dan ujian bersama, bukan melalui diktat, dogma, atau seruan moral penguasa serigala berbulu domba.

 9 September 2019