Kajian Identifikasi dan Pemetaan  Kebutuhan Daerah Pasca-Konflik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara

Kajian Identifikasi dan Pemetaan  Kebutuhan Daerah Pasca-Konflik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kegiatan ini merupakan riset advokasi kebijakan, memberi input program strategis dan taktis untuk penanganan khusus daerah-daerah tertinggal. Diselenggarakan PSKP UGM bekerjasama dengan Kemendes PDTT dan CPRU-UNDP, 25 Agustus-25 Desember 2015.

Frans Djalong: Koordinator Program

Periode: 25 Agustus-25 Desember 2015

Lokasi: Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

Koordinator
Peneliti
Franky Perdana
Tim PenelitiSayfa Auliya Achidsti, Franky Perdana, Nadia Aghnia Fadhillah, M. Zaki Arrobi, Sari Handayani, AT Indrawati, Rian Juru
Tim AhliProf. Dr. Sigit Riyanto, SH LL.M Prof. Dr. Mohtar Masoed Dr. Najib Azca Lambang Trijono, MA Dr Samsu Rizal Panggabean Dr. Eric Hiariej, MA AB Widyanta, MA Arifah Rahmawati, MA Ucu Martanto, MA Tri Susdinarjati, MA Faried Cahyono, MA


(Untuk keperluan studi dan pembelajaran, dokumen lengkap penelitian bisa diakses, kontak 081237241385)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 3
Ucapan Terima Kasih 7
Executive Summary 7
BAB I PENDAHULUAN 10
I. LATAR BELAKANG 10
II. TUJUAN 12
III. KELUARAN 13
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL DAN METODOLOGI 15
I. KERANGKA KONSEPTUAL 15
II. CAKUPAN ISU KONFLIK DOMINAN 18
III. CAKUPAN WILAYAH DAN PEMILIHAN KABUPATEN 21
IV. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN 22
V. JADWAL KEGIATAN 24
BAB III PENELITIAN LAPANGAN, PROFILLING, DAN ANALISIS EMPAT KABUPATEN PRIORITAS 27
I. REMBANG 28
II. KULONPROGO 41
III. BIMA 51
IV. MANGGARAI TIMUR 62
BAB IV REKOMENDASI 77
I. KERANGKA REKOMENDASI 77
II. REKOMENDASI PROGRAM AKSI 79

  1. REKOMENDASI REMBANG 79
  2. REKOMENDASI KULON PROGO 84
  3. REKOMENDASI BIMA…. 87
  4. REKOMENDASI MANGGARAI TIMUR 91
    BAB V STOCKTAKING DATA ENAM KABUPATEN 104
    I. BADUNG 104
    II. KEBUMEN 110
    IV. SAMPANG 115
    IV. BELU 120
    V. LOMBOK BARAT 125
    VI. KUNINGAN 129
    BAB VI DATASHEET 135
    a. Provinsi DKI Jakarta 146
    1) Kota Jakarta Timur 146
    b. Provinsi Jawa Barat 185
    1) Kabupaten Garut 185
    2) Kabupaten Sukabumi 224
    3) Kota Bogor 243
    4) Kabupaten Kuningan 256
    c. Provinsi Jawa Tengah 270
    1) Kabupaten Kebumen 270
    2) Kabupaten Rembang 280
    d. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 289
    1) Kabupaten Sleman 289
    2) Kabupaten Kulon Progo 302
    e. Provinsi Jawa Timur 315
    1) Kabupaten Bangkalan 315
    2) Kabupaten Sampang 331
    3) Kabupaten Lumajang 373
    4) Kabupaten Sidoarjo 412
    f. Provinsi Bali 448
    1) Kabupaten Badung 448
    2) Kabupaten Klungkung 474
    g. Provinsi Nusa Tengara Barat 488
    1) Kabupaten Sumbawa 488
    2) Kabupaten Bima 501
    3) Kabupaten Lombok Barat 517
    4) Kabupaten Lombok Timur 535
    h. Provinsi Nusa Tenggara Timur 559
    1) Kabupaten Kupang 559
    2) Kabupaten Belu 600
    3) Kabupaten Manggarai Barat 621
    4) Kabupaten Manggarai Timur 636
    5) Kabupaten Timur Tengah Selatan 654
    LAMPIRAN ii
    ToR ii
    Materi xii
    Notulensi lxii

Executive Summary
Kajian Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Daerah Pasca Konflik berlangsung selama 4 bulan (25 Agustus-25 Desember 2015). Kajian ini menghasilkan Datasheet 24 Kabupaten, Profil Konflik dan Perdamaian 10 Kabupaten, dan Rekomendasi Program Tahun 2016 untuk 4 Kabupaten prioritas. Ketiga produk tersebut merupakan bagian utuh dari tahapan penelitian dengan mengunakan kerangka konseptual terkini yang menekankan saling pengaruh antara praktek demokrasi, akselerasi pembangunan dan kinerja penegakan hukum di kabupaten target. Perumusan datasheet, profil dan rekomendasi program secara khusus mempertimbangkan aspek Tata Kelola cegah
konflik dan promosi perdamaian, Kapasitas Kelembagaan untuk cegah konflik dan promosi perdamaian, dan Ketahanan Masyarakat untuk cegah konflik dan promosi perdamaian.

Hal terpenting dari kegiatan ini adalah rekomendasi program aksi cegah konflik dan bina damai di 4 kabupaten prioritas antara lain Bima (NTB), Manggarai Timur (NTT), Rembang (Jawa Tengah) dan Kulonprogo (Yokyakarta). Program yang diusulkan memiliki dimensi strategis dan praktistaktis untuk cegah konflik dan bina damai. Program kebijakan strategis mencakup penguatan tata kelola dan kebijakan cegah konflik, sementara program praktis-taktis mencakup pelatihan kapasitas, pemberdayaan ekonomi, infrastruktur pelayanan publik, dan kegiatan budaya.

Rekomendasi program dirumuskan dengan mempertimbangkan (1) hasil kajian, (2) tupoksi Direktorat Penanganan Daerah Pasca Konflik, dan (3) feasibilitas program yang mencakup 6 prinsip utama: relevansi, efisiensi, efektivitas, keberlanjutan, dan dampak.

Berikut disebutkan program aksi yang diusulkan di kabupaten prioritas, khususnya di wilayah kecamatan dan desa tertentu. Pertama, Kabupaten Bima membutuhkan program festival budaya bina damai, program pendidikan nir-kekerasan/pelatihan bina damai untuk kaum muda dan pelajar, program industri kreatif, program pendidikan sepakbola dan infrastruktrurnya. Kedua, Kabuputen Kulonprogo membutuhkan forum dialog, pembentukan koperasi/BUMDes, dan kajian terpadu mengenai rencana tata ruang dan wilayah. Ketiga, Kabupaten Rembang membutuhkan forum musyawarah antar warga desa/antar desa, optimalisasi implementasi dana desa, penguatan
sektor ekonomi produktif, tim independen untuk kajian tata kelola AMDAL, dan judicial review UU No 12 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Keempat, Kabupaten Manggarai Timur membutuhkan program rekonsiliasi dan penguatan kohesi sosial, pemberdayaan ekonomi produktif khususnya perkebunan dan peternakan, dan pengadaan air bersih.

(Berikut gambaran umum metodologi)

KERANGKA KONSEPTUAL DAN METODOLOGI

I. KERANGKA KONSEPTUAL

PENDEKATAN HOLISTIK, PROGRAM STRATEGIS

Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari sejumlah penelitian PSKP terhadap kondisi terkini dan faktor-faktor utama yang memicu konflik kekerasan dan mendorong kapasitas perdamaian di Indonesia, Adapun faktor-faktor tersebut bercerita mengenai sinkron dan tak sinkronnya tiga praktek aktual ekonomi politik Indonesia, yakni Akselerasi Pembangunan,
Praktek Demokrasi, dan Kinerja Penegakan Hukum atau Keamanan. Development, democracy dan security merupakan isu pokok yang berhubungan erat dengan munculnya konflik di Indonesia baik dalam skala kecil, bersifat lokal dan mencakup hampir semua jenis konflik. Konteks ketahanan dan kerentanan terhadap konflik kekerasan di Indonesia kontemporer sebagain besar bersumber dari ketidakpaduan antara praktikpraktik pembangunan, demokrasi dan keamanan.

Sejak tumbangnya rejim Orde Baru, Indonesia telah melakukan demokratisasi dan desentralisasi pembangunan sebagai kelola konflik politik dan penataan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Namun demikian penerapan kebijakan tersebut berada dalam konteks dan struktur ekonomi politik yang beragam di tiap daerah. Implikasinya, liberalisasi politik dan desentralisasi pembangunan itu tidak bisa semata-mata dibaca secara otomatis sebagai pelembagaan politik dan demokrasi. Alih-alih menjadi pelembagaan politik, proses-proses tersebut justru menjadi arena baru bagi para aktor untuk mengkonsolidasikan kepentingan politiknya. Akibatnya, proses-proses tersebut dalam banyak kasus justru malah melahirkan dan menguatkan artikulasi politik berbasis identitas dan sektarian, elitisme dan krisis representasi, praktik korupsi, dan eksploitasi sumber daya alam yang destruktif.

Dalam prakteknya, Ketahanan, kerentanan konflik dan kapasitas perdamaian dipengaruhi oleh 3 aspek kunci yang mengkondisikan konflik kekerasan sekaligus mengkondisikan perdamaian yang berkelanjutan. Adapun ketiga aspek tersebut antara lain aspek Tata Kelola (Governance for peace), aspek Kapasitas Kelembagaan (Institutional capacity for peace) dan aspek Ketahanan Masyarakat terhadap konflik kekerasan (Community Resilience). Pemahaman terhadap konflik dan perdamaian secara utuh hanya dapat dicapai jika ketiga aspek ini dikaji secara mendalam dan diperiksa kaitan antar aspek dalam prakteknya di lapangan. Ketigag aspek memiliki variabel dan indikator masing-masing (Lihat Tabel Datasheet). Berikut diuraikan secara ringkas ketiga aspek kunci terkini yang mempengaruhi konflik kekerasan dan perdamaian di Indonesia.


Tata Kelola peka konflik memberikan perhatian pada proses, koordinasi dan kerja sama yang secara langsung maupun tidak langsung mengelola konflik kepentingan. Kapasitas kelembagaan yaitu kemampuan kelembagaan mencakup kemampuan dan keahlian personel, pembidangan kerja, mekanisme kerja, kepemimpinan dan kapasitas respon institusi terhadap kebutuhan dan aspirasi warga. Ketahanan masyarakat, dalam aspek ini menjelaskan kondisi dan kapasitas sosial-ekonomi, praktek kolektif, sikap dan perilaku individu atau
kelompok yang secara langsung dan tak langsung mempengaruhi kapasitas perdamaian dan kerentanan masyarakat terhadap konflik kekerasan.

Dalam penelitian ini, kerangka konseptual di atas memberikan gambaran logika berpikir komprehensif sekaligus gambaran konteks aktual, aktor/institusi utama, isu dominan, dan faktor kunci yang mempengaruhi konflik kekerasan dan perdamaian berkelanjutan di Indonesia. Kelebihan kerangka pikir ini terletak pada tujuannya untuk kelola dan cegah konflik yang efektif dan promosi perdamaian berlanjutan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Melalui pendekatan ini, program kelola dan cegah konflik tidak semata-mata untuk deskalasi kekerasan dan ketegangan sosial melainkan diarahkan pada bina damai (peacebuilding) yang otentik demi mendukung pelaksanaan program pembangunan pemerintah, peningkatan partisipasi masyarakat perumusan kebijakan publik, dan pelibatan para stakeholder dalam tata kelola khusus cegah konflik dan promosi perdamaian. Dengan demikian, penelitian dapat terhindarkan dari kebiasaan pragmatis penelitian konflik dan pembuatan kebijakan cegah konflik yang bersifat sektoral, terfokus pada aktor dan kepentingan semata.

INSTRUMEN ANALISIS

Selain berguna secara khusus untuk penyusunana datasheet 24 kabupaten, pendekatan atau kerangka pikir holistik ini menjadi panduan analisis penentuan kabupaten prioritas untuk penyusun profil dan rekomendasi strategis dan rekomendasi taktis. Analisis profil dan rekomendasi menggunakan 4 indikator praktis untuk menentukan kerentanan konflik dan kapasitas bina damai antara lain (1) analisis aktor utama, (2) analisis isu dominan, (3) analisis eskalasi/deskalasi, dan (4) analisis kapasitas untuk bina damai. Keempat alat analisis ini dipandu oleh kepekaan terhadap isu pokok dan 3 aspek kunci yang disebutkan di atas, menghasilkan prioritas rekomendasi program aksi untuk 4 kabupaten di wilayah Jawa, Bali dan Nustra. Dengan demikian, gambaran tingkat konflik dan kapasitas perdamaian di kabupaten sasaran dapat diperoleh secara simultan. Berikut bagan kerangka konsep dan alur analisis dalam penelitian ini.