Biografi

Peneliti, Analis, dan Penulis Independen dalam kajian Demokrasi, Ekonomi-Politik, dan Geopolitik. Lahir di Flores, 16 Agustus 1977. Menamatkan pendidikan menengah di Seminari Pius XII Kisol, NTT (1990-1996). Memperoleh gelar sarjana Sosiologi di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1997–2004 dan Pascasarjana Magister Human Rights & Democracy in Southeast Asia (MA HARDSEA), FISIPOL UGM dan University of Oslo Norwegia pada 2007-2011).

Berkarya sebagai dosen Fakultas Ilmu Sosial-Politik UGM, Departemen Sosiologi (2014-2022), Dosen Magister Perdamaian & Resolusi Konflik (MPRK), Pascasarjana UGM (2011-2014).

Bekerja sebagai Konsultan Evaluasi/Asesor/Fasilitator Program terkait Politik Demokrasi, Pembangunan dan Keamanan (2011-sekarang), Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM (2006-sekarang), dan Pegiat Sanggar Maos Tradisi.

Kompetensi dan Advokasi

Demokrasi dan Perwakilan Politik

Demokrasi substansial mensyaratkan kewarganegaraan aktif-kolektif dan perwakilan politik yang berkualitas dan bersifat transformatif. Politik elektoral—Pemilu, Pilpres, Pilkada, Pilkades—merupakan arena pembentukan, konsolidasi dan pelembagaan politik untuk menakar, meyiapkan dan mendisain sumber daya manusia politik baik sebagai warga negara pemilih maupun sebagai wakil warga negara/konstituen. Fokus pada bidang ini adalah mengkaji dan mengukur hubungan saling membentuk antara literasi politik konstituen dan kapasitas-kapabilitas perwakilan politik. Partisipasi politik yang kritis dan kolektif melembagakan kualitas kewarganegaraan dan kualitas kepemimpinan. Dinamika perwakilan politik dalam siklus kebijakan pembangunan selama lima tahun ke depan sangat ditentukan oleh capaian, masalah dan tantangan sumber daya politik yang tercermin atau terbentuk selama periode elektoral. Selain itu melalui kajian ini diukur seberapa jauh politik identitas dalam periode elektoral merugikan atau bermanfaat bagi transformasi politik menuju demokrasi substansial selama lima tahun berikutnya.

Keadilan politik merupakan prinsip kunci untuk menjamin partisipasi aktif warga negara dalam keseluruhan siklus kebijakan pembangunan. Karena itu menjadi sangat penting mengkaji dan mengukur disain operasional tata kelola kebijakan pada level nasional, propinsi, kabupaten dan desa. Teknokrasi dalam tata kelola kebijakan perlu diukur dan diperbaiki dengan mengutamakan partisipasi aktif warga negara sebagai kelompok kepentingan dan koordinasi padu antar warga negara dan perwakilan politiknya. Teknokrasi tanpa demokrasi dalam tata kelola kebijakan menghadirkan negara sebagai produsen pembangunan dan warga negara pasif sebagai obyek intervensi dan manipulasi kebijakan di berbagai sektor dan arena. Advokasi untuk tata kelola demokratis adalah untuk memastikan warga negara bersama perwakilan politiknya sebagai produsen kebijakan dan mempersempit ruang gerak oligarki nasional dan oligarki lokal membajak arena negara.

Geopolitik adalah bagian integral dari proyeksi ekonomi politik nasional di dalam tata dunia internasional. Geopolitik mencakup geo-ekonomi dan geo-sekuriti. Dalam transisi menuju tata dunia multipolar, kebijakan ekonomi, kebijakan pertahanan, dan kebijakan kebudayaan harus dirumuskan dalam suatu grand strategy yang memili dua tujuan. Tujuan pertama, memperjuangkan kepentingan nasional dalam tata dunia multipolar, dan tujuan kedua menghadirkan peran Indonesia sebagai kekuatan kawasan dan kekuatan global. Untuk mewujudkan dua tujuan tersebut, tata kelola kebijakan di dalam negeri harus dikawal oleh partisipasi publik dalam debat kebijakan untuk mencegah monopoli kebijakan luar negeri oleh kekuatan oligarkis sekaligus menghadirkan demokrasi internal untuk mengelola dan memanfaatkan kepentingan kekuatan super power di dalam negeri. Paradigma bebas-aktif dalam geopolitik Indonesia harus tetap berakar pada perlawanan terhadap neo-kolonialisme dan neo-imperialisme kontemporer.